Rabu, 22 Mei 2013

#33 Analogi Love Rain dengan Kisah Cintaku (part 1)

Love Rain..
Film dari Negeri Gingseng ini, sungguh membuatku terkejut. Aku tahu tentang film ini dari seseorang yang menyayangiku. Tapi, aku hanya diberinya segelintir video saja. Jumlah seluruh video ini sebenarnya ada 20 episode. Tapi, menurutnya episode yang paling menarik hanya episode satu sampai empat. 
Setelah lama ku tunda beberapa bulan, akhirnya tersampaikan juga hasratku untuk melihat film ini. Selasa, 22 Mei 2013, aku menikmati film ini di ruang tamu, sendirian. Episode pertama, aku masih merasa biasa saja. Episode kedua, diriku mulai berfikir. Episode ketiga, aku mulai tegang. Episode keempat, aku menangis.
Setelah aku resapi dan aku mengerti jalan cerita film itu, aku teringat kisahku. Ketika diselenggarakan Bazaar Sosial di SMA tercinta tempatku bersekolah.  Meski dalam hal ilustrasi tempat sangat berbeda jauh dengan film ini, tapi mengenai perasaan, ini hampir mirip, walau tidak identik.
 ***
Episode pertama..
Tokoh utama dalam film bergaya 70-an ini, adalah Jang Geun Suk sebagai Seo In Ha. In Ha adalah seorang mahasiswa jurusan seni.
Yoon Hee dan In Ha





Dan tokoh utama perempuannya adalah Yoona sebagai Kim Yoon Hee. Dia adalah mahasiswa dari jurusan kesehatan. Awal ceritanya, In Ha dan Yoon Hee berjalan dan bertemu di jalan, berpapasan. In Ha menghitung dalam tiga detik, ternyata ia telah jatuh hati pada Yoon Hee. In Ha selalu melukis wajah wanita yang telah membuatnya jatuh hati itu. Saat Yoon Hee duduk di bawah pepohonan rindang yang letaknya tidak jauh dari kelas kesenian. Dalam 'tiga detik' pandangan pertama itu, In Ha berjanji pada dirinya, bahwa dia akan mengabdikan dirinya untuk selalu mencintai Yoon Hee. Ketika sedang melukis Yoon Hee, In Ha terkejut. Karena ia tak melihat wanita itu duduk di bangku itu. Ia pun keluar kelas, berlari dan mencari Yoon Hee. Dalam pencarian itu, tak sengaja mereka bertabrakan satu sama lain. Dan buku-buku yang dibawa Yoon Hee pun jatuh berserakan. In Ha, meminta maaf dan membantu Yoon Hee merapikan buku-buku itu. Lalu Yoon Hee pun berlalu. In Ha hanya membiarkan ia berlalu begitu saja. Ia tak tahu apa yang harus dikatakan pada wanita yang belum ia tahu namanya. Sebelum In Ha kembali ke kelas, ia ingat kuas kecil yang dibawanya juga terjatuh. Ia mencari, dan ia menemukan kuas itu. Tak jauh dari tempat kuas itu jatuh, In Ha melihat ada buku kecil bersampul warna kuning. Dibukanya perlahan, di bacanya tulisan pada halaman pertama. "Kim Yoon Hee" ucap In Ha. Ia membuka-buka sekilas. Ternyata buku itu adalah buku harian. Ia berhenti membuka buku seketika itu. Ia membawa buku itu kembali ke kelas dan melukis lagi
Keesokan harinya, ia ingin mengembalikan buku itu. Tapi niat ini gagal ketika In Ha bertemu dengan teman-temannya. In Ha memiliki 3 teman dekat. Chang Mo, Dong Wook, dan Hye Jung. Chang Mo, lelaki berkacamata ini terkejut melihat sosok Yoon Hee. Ia melebih-lebihkan bahwa Yoon Hee adalan 'Madonna' di kelasnya. Kebetulan, Yoon Hee satu kelas dengan Hye Jung, teman In Ha juga. Singkat cerita, teman In Ha yang bernama Dong Wook mulai tertarik dengan sosok Yoon Hee. Itu membuat In Ha tak bergutik, dan ia pun terpaksa berbohong dengan perasaannya sendiri. Ia mengalah demi temannya itu, Dong Wook.
***
Agustus 2011
Dua hari menjelang acara bazaar, aku duduk di depan ruang Rohis. Di sana ada banyak orang. Aku ingin tahu apa yang sedang mereka kerjakan. Oh, ternyata membuat hiasan ketupat menggunakan pita. 
"Aku ajari bikin itu dong. Boleh minta pitanya?" Aku bilang kepada satu laki-laki yang tidak ku tahu siapa namanya. Hmm, dari wajahnya, aku pernah melihat. Kalau tidak salah, temanku SMP. Dia memberiku dua pita dengan warna yang berbeda. Dia diam dan menunjukkan bagaimana membuatnya. Aku masih kebingungan. Setelah selesai, di masuk ke dalam ruang rohis.
"Aduuh, ada yang mau membantuku?" 
"Itu lho, Ali bisa." jawab seorang dari mereka.
"Yang mana orangnya?"
"Itu.." datang dua orang laki-laki. Salah satu dari mereka, bernama Ali. Ya, seseorang yang aku pernah salah menyebut nama panjangnya. Uh, memalukan sekali jika aku ingat kejadian itu. Aku minta tolong padanya. Dia mau mengajariku. Sampai suatu ketika..
"Habis gini, terus yang pita ini masuknya ke mana?" Aku panik.
Dia memegang tanganku, melihat pita yang ruwet seperti telur gulung di pergelangan tanganku.
"Kamu bikinnya salah sih! Mana bisa diterusin. Gini lho yang bener." Dia menunjukkan cara yang benar.
Aku hanya diam, stuck di posisiku, tak bergerak sedikit pun. Mungkin aku shock. Bukan kaget karena aku dibentak, tapi, tanganku ketika dipegang olehnya. Ada satu rasa aneh di sini.

2 hari kemudian..
Hari itu, aku telah menjadi siswa kelas sebelas. Acara besar anggota OSIS yang pertama adalah Bazaar Sosial. Ini bazaar kali kedua aku sekolah di SMA. Kebetulan event itu diadakan pada bulan Ramadhan. Meski aku bukan anggota OSIS, tapi aku dipercaya untuk melakukan tugas sebagai sie dokumentasi. Baiklah, aku lakukan tugas itu. Tak seperti kala aku masih di kelas sepuluh, yang masih serba takut dengan kakak kelas. Mungkin, aku lebih sedikit agak bebas. 
Entah mengapa, banyak teman yang tahu namaku, tapi sayangnya tak jarang juga aku justru tidak tahu nama mereka. Hmm, aku hanya membalas senyum ketika mereka menyapaku. Di kelas dua ini, aku belum begitu akrab dengan teman-teman kelas baruku. Jadi, saat aku mendokumentasikan acara, aku lebih sering di luar stand meja tempat kelasku menggelar dagangan. Aku selalu istirahat di stand anak Rohis. Ya, meski itu juga bukan lingkunganku, tapi di sana aku mengenal beberapa anggota organisasi itu. Ada satu hal yang selalu menarik perhatianku saat bazaar ini diselenggarakan. Aku suka pin. Aku hanya menemukan pembuatan pin kilat hanya di meja Rohis ini saja. 
"Hei, bisa kamu membuatkan aku satu pin? Aku ingin gambar lambang Arsenal. Nanti aku ambil ya. Ini uangnya." aku bilang pada laki-laki yang dulu aku pernah meminta dia mengajariku cara membuat hiasan ketupat. Tapi, tetap saja aku tidak tahu namanya. Duh, sok kenal banget akunya. Dia hanya menjawab iya, dan aku meninggalkan meja itu.
Hari mulai siang. Saatnya istirahat. Aku kembali ke meja rohis. 
"Mana pesananku?"
"Eh, Ham, udah kamu buatin pinnya?" Temanku sewaktu kelas satu, Shofa, bertanya dengan mengipas-ngipas tubuhnya yang mulai merasa gerah dengan kertas.
"Eh, belum." Jawab laki-laki itu dengan santai.
Aku yang punya watak tidak sabar, terus nggegeri (memaksa orang lain terburu-buru) dia untuk cepat menyelesaikan pesanan pinku. 
"Mau gambar yang mana?"
"Yang itu. Warnanya dibuat cerah ya."
Aku duduk di belakangnya. Melihatnya mengutak-atik sebuah program komputer yang masih membuatku penasaran. Corel Draw. Ya, selama ini, aku ingin sekali bisa mengoperasikan program itu. Tapi sayang, aku terlalu 'lemot' kalau tidak diajari.
"Eh, kamu bisa Corel ya? belajar dari mana? Ajari dong.." 
Dia hanya diam, tidak lama kemudian pin sudah jadi. Aku lihat papan nama di seragam OSIS yang dikenakan. Ilham Ulil Amry. O... Ternyata Ilham namanya. Setelah aku mengucapkan terima kasih, aku bergegas mengambil tas di stand kelasku. Waktunya pulang.

Saat acara itu usai di hari ketiga..
Hmm, aku merasa aneh. Aneh se aneh-anehnya. Apa aku terlalu akrab? Apa aku terlalu sok kenal? Apa aku terlalu membuat mereka merasa nyaman? Aaaaargh! Aku merasa ada banyak pasang mata yang mulai mengintaiku. Bukan maksudku untuk Gedhe Rumangsa (Ge-eR), tapi kayaknya ada satu rasa yang aneh. 
Oke, dari sini kita skip cerita.
Singkatnya, gara-gara satu rasa 'aneh' itu, ada banyak persaingan di luar sana. Tapi, aku suka satu orang diantara mereka. Hmm, yang membuatku penasaran. Entah, kenapa aku bisa menyukainya. Aku tak punya alasan pasti. Namun, setiap aku melihatnya, bibir ini seolah tak bisa mingkem dan selalu mringis (senyum kelihatan gigi). Waah, rasanya seneeeng banget. Padahal aku tahu, dia orangnya cuek banget. Saat berjalan, dia tak memandang siapa pun teman yang dilewatinya. Tapi, aku selalu mencari-cari keberadaannya. Ya, kala itu, sekolah menerapkan moving class. Aku selalu senang setiap berpapasan dengannya.

1 Oktober 2011
Suatu ketika, aku merasa sedih. Hari itu, aku tidak ingin melihat dia lagi. Tapi, di hari itu pula, dia ingin mengatakan sesuatu padaku. Hmm.. Sudah ku coba menghindar darinya, tapi tetap saja, ketemu.
di depan anak tangga di sisi sekolahku, dia menemuiku. Dia menyampaikan kata maaf.
"aku enggak tau, kenapa aku bisa suka kamu." Aku spontan mengatakan kalimat itu. Mungkin mengejutkan. Aku baru sadar ketika ada fase hening sejenak. Oh, tidak! Secara tidak langsung, aku.... mengungkapkan perasaanku! Bodohnya!
Jelas saja, dia mengatakan tidak bisa suka padaku. Karena ada seseorang yang juga menyukaiku. Sahabatnya sendiri. Iya, orang yang dulu memegang tanganku saat membuat hiasan ketupat.

Tidakkah kalian tahu ada satu hal yang sama di kehidupanku dengan film Love Rain episode pertama itu?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar