SINOPSIS
DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH
Hamid
adalah seorang yatim dan dia tinggal bersama ibunya di kota Padang, tepatnya di
sebuah rumah yang mungkin lebih layak untuk disebut sebagai gubug. Beberapa
bulan kemudian, rumah besar di sebelah gubug Hamid, ditempati oleh Haji Ja’far
yaitu seorang saudagar bersama istri dan anak perempuannya.
Karena
iba dengan keadaan Hamid dan ibunya, istri saudagar itu yang biasa dipanggil
Mak Asiah, membantu hamid. Haji Ja’far menyekolahkan Hamid bersama-sama dengan
putinya, Zainab yang akhirnya dianggap adik oleh hamid.
Setelah
tamat sekolah, Hamid menyadari bahwa dia mencintai Zainab, begitu pula
sebaliknya. Tapi, keduanya saling menyimpan rasa itu. Karena Hamid tau,
walaupun ia mengatakannya pasti akan sia-sia. Dia tidak sederajat dengan
Zainab. Begitu pula Zainab. Dia menyadari akan kedudukan keluarganya dalam
masyarakat, karena itulah dia tidak mengatakan perasaannya pada Hamid.
Sampai
suatu hari, Haji Ja’far meninggal dunia. Hamid dan Ibunya tidak lagi sering ke
rumah almarhum Haji Ja’far. Di tambah lagi dengan keadaan Ibunya yang sudah
sakit-sakitan dan tak lama, Ibunya pun menyusul menuju alam barzah.
Hamid
begitu terpukul dengan semua cobaan ini. Kini dia sebatang kara. Apalagi ketika
Mak Asiah meminta bantuannya untuk meluluhkan hati Zainab agar mau menikah
dengan kemenakkan ayahnya. Hamid yang putus asa memutuskan untuk meninggalkan
kota Padang dan pergi sejauh-jauhnya dari kota itu, maka sampailah dia di tanah
suci ini.
Di tanah
suci dia bisa melupakan Zainab dan semua penderitaannya, yaitu dengan berserah
diri kepada ALLAH. Tapi, tidak jarang kenangan-kenangannya bersama Zainab
muncul menghantuinya. Sampai datanglah Saleh, temannya sewaktu masih di bangku
sekolah. Dia membawa kabar mengenai zainab yang dia ketahui dari istrinya,
yaitu bahwa Zainab juga mencintainya dan sekarang dia tengah menderita karena
perasaa yang sudah lama dia pendam itu. Zainab tidak jadi menikah dengan
kemenakkan ayahnya.
Ketika
surat Zainab untuk Hamid datang bersamaan dengan surat Rosna, Hamid menyadari
betapa beruntungnya dia bahwa mengetahui kalau Zainab berperasaan yang sama
pada dirinya. Tapi, itu tidaklah mengubah keadaan, karena semuanya telah
terlambat.
Pada hari
mengerjakan tawaf, datanglah surat untuk Saleh dari istrinya Rosnah. Hamid yang
waktu itu berada di atas bangku tandu (karena sakit dan lemah badannya, Hamid
tidak bisa mengerjakan tawaf sendirian) bertanya pada sahabatnya itu, surat
apakah itu? Karena dia melihat adanya perubahan pada wajah Saleh setelah
membaca surat itu. Dengan gugup Saleh mengatakan pada hamid bahwa Zainab telah
tiada. Tak lama setelah mengerjakan tawaf dan berdoa, Hamid pun menyusul
Zainab. Ia menghembuskan nafas terakhirnya di bawah lindungan ka’bah dan pada
hari itu juga jenazahnya di makamkan di pekuburan Ma’al yang Mahsyur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar